"They will set the event so that You will see what they want you to see”. Begitulah komentar salah seorang teman ketika tahu bahwa saya akan mengikuti kegiatan Sustainable Mining Boot Camp (SMBC) selama satu minggu pada awal November lalu.


Kegiatan ini diadakan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara untuk memperlihatkan aktivitas pertambangan, perawatan alam, serta program yang mereka jalankan di bidang pemberdayaan masyarakat. Teman saya mengira bahwa rangkaian acara ini sengaja dibentuk sedemikian rupa agar perusahaan Newmont terlihat bagus dimata kami.   Saya hanya menjawab “I am going to see what I want to see”.

Karena sudah beberapa kali mengunjungi  perusahaan lain, saya berani mengatakan bahwa program SMBootCamp ini berbeda. Saya benar-benar bisa melihat apa yang ingin saya lihat dan saya bebas bertanya apapun yang bebas saya tanyakan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Agar lebih akurat, kami juga ditunjukkan data terkait pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Menariknya, peserta SMBootCamp yang terdiri dari mahasiswa, pegawai, pebisnis, fotografer, dan penulis pun dibebaskan berinteraksi dengan masyarakat sekitar wilayah tambang untuk mengkonfirmasi data yang telah diberikan oleh Newmont. Kami juga bisa menyaksikan sendiri bagaimana alam dan lingkungan sekitar wilayah tambang. Program ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan yang komprehensif tentang dunia pertambangan karena peserta bisa melihat sisi positif tanpa kehilangan sisi negatif.

Dua hari pertama adalah kesempatan luar biasa bagi mahasiswa fakultas teknik karena kami diajak mengunjungi daerah penggalian tambang dan proses pengolahannya. Wilayah tambangnya 493 hektar dari total wilayah 85.540 hektar yang disewa Newmont dari pemerintah. Bebatuan hasil penggalian ini dibawa ke pabrik untuk dihancurkan dan disaring. Diolah dengan metode floatation hingga konsentrat yang memiliki kandungan logam terpisah dari pasir yang tak mengandung logam. Dari 100.000 ton bebatuan yang digali per hari, 2-5% bisa menjadi konsentrat yang bisa dijual ke perusahaan pengolahan baik di dalam maupun di luar negeri untuk dijadikan berbagai produk.

Dua hari berikutnya adalah kesempatan emas untuk menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana pengaruh pertambangan terhadap lingkungan. Kami melihat bagaimana Newmont mengolah air asam tambang hingga tidak mencemari sungai yang masih sangat jernih di sebelahnya. Kami melihat sendiri banyak elang-elang yang terbang bebas di udara serta masih banyak kupu-kupu putih beterbangan di sekitar sungai yang mengalir jernih. Namun, kami tidak melihat rusa. Menurut Muhammad Amrul Husni , supervisor inland and air quality monitoring, Newmont kesulitan untuk melarang penduduk berburu rusa, meskipun sebenarnya kawasan hutan yang dikelola oleh Newmont adalah kawasan terbatas yang tak boleh sembarang orang masuk. “Kami tidak bisa melarang, karena berburu sudah menjadi budaya disini. Satu orang bisa masuk ke hutan dengan belasan anjing yang akan memburu rusa” begitu tegasnya.

Kami juga mengunjungi sekolah untuk berbagi cerita inspirasi kepada anak-anak yang ternyata belum pernah keluar pulau ini. Melihat mata yang antusias ketika diceritakan tentang gedung jakarta yang tingginya bisa lebih dari 30 tingkat. Sungguh menyenangkan ketika mereka bisa tahu ada “lift” yang cara kerjanya mirip dengan sumur yang mengangkat air, untuk mengangkat orang dari lantai satu ke lantai 30. Pengalaman unik ketika kami mendengar ada anak yang menjawab,“Singapura!” ketika kami bertanya “Coba sebutkan nama-nama provinsi yang ada di Indonesia”. Ternyata, mereka butuh dididik untuk lebih mengenal negaranya, dan seperti kata Pak Anies Baswedan, ini adalah tugas dari orang-orang yang terdidik. Ah, keinginan saya untuk bergabung menjadi seorang pengajar di desa seperti ini semakin menguat, semoga diberikan jalannya.

Diam-diam, aku pun menyimpan sebuah keinginan untuk berbisnis di tanah seribu masjid ini. Menurut pengolah perkebunan lidah buaya tersebut, demand untuk lidah buaya masih tinggi. Mereka belum mampu memenuhi permintaan dari Bali karena kapasitas panen mereka hanya 300-400 kg per minggu sedangkan permintaannya bisa sampai satuan ton per hari. Modal bisnis ini tidak besar, hanya seharga Rp 2500 per bibit  yang ditanam setiap jarak 50 cm dan modal lahan. Perawatannya tidak susah karena tidak ada resiko hama. Harga jualnya bisa sampai Rp 1000 per kilogram. Semoga suatu bisa menjalani bisnis ini sambil mengajar anak-anak di desa itu. Ah, perjalanan ini bisa mengubah cita-cita seseorang rupanya.

Ada juga komentar-komentar negatif dari penduduk desa, beberapa mereka tidak puas dengan pengelolaan alam dari Newmont. Mereka menantang Newmont untuk minum air sungai yang terletak di sebelah dam air asam tambang. Aku hanya tersenyum saja, karena satu hari sebelumnya Pak Rully menjelaskan bahwa mereka telah mengukur standar untuk kualitas air sungai tersebut ketika menyusun AMDAL sebelum Newmont beroperasi dan setelah hampir 20 tahun Newmont berdiri, kualitas air sungai itu masih sama karena mereka selalu mengontrol kualitas air, tanah, dan udara sekitar wilayah tambang. Aku pun sempat ikut membuktikannya, ketika datang ke sungai itu, kucicipi air segar yang melewati bebatuan besar tersebut.

Ada lagi yang berkomentar soal penempatan limbah tailing di dasar laut Newmont. Memang, limbah adalah sesuatu yang tak bisa dielakkan. Newmont mendapatkan penghargaan proper hijau berkali-kali dari Kementrian Lingkungan Hidup atas usahanya menempatkan dan mengontrol limbah. Tailing adalah pasir yang sudah tidak mengandung mineral logam hasil dari pengolahan bebatuan. Mereka menempatkannya di koordinat tertentu jauh di bawah palung laut, dikontrol posisinya agar tidak berpindah. Selain itu, Newmont juga bekerja sama dengan beberapa universitas dan juga LIPI untuk melakukan riset untuk mengetahui pengaruh tailing terhadap kehidupan mikro di bawah laut.

Pelajaran yang saya dapatkan adalah sepositif apapun usaha perusahaan tambang untuk memperbaiki alam, kekayaan alam tidak bisa kembali seperti semula.  Senegatif apapun perusahaan tambang, kita tetap membutuhkannya dalam kehidupan. Aceh tak bisa menghubungi papua tanpa telefon genggam, Listrik tak mengalir tanpa kabel, tak akan ada buku tanpa pulpen, mahasiswa tak bisa hidup tanpa komputer, dan saya tak bisa berbagi pengalaman ini tanpa laptop.

Hal terpenting adalah memaksimalkan manfaat dari hadirnya perusahaan tambang dan meminimalisir dampak negatifnya. Manusia diutus di bumi untuk menjadi pemimpin yang mengolah alam, bukan merusak. Oleh karena itu, meskipun kita menggunakan alam untuk kepentingan kaum manusia, kita tetap harus menjaga keseimbangan alam.

Tambang adalah kebutuhan; Menjaga keseimbangan alam adalah kewajiban; Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan.

 

PROFIL WAI

 

Juwairiyyah, mahasiswa Jambi yang berkuliah di Jakarta dengan beasiswa penuh di Universitas Bakrie ini terpilih menjadi salah satu dari 60 mahasiswa terbaik dari Indonesia dan Singapura, untuk mengikuti forum Young Leaders For Indonesia 2012, yang diadakan oleh McKinsey & Co dengan tujuan membekali pemuda untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang akan membawa perubahan positif di Indonesia.

Bersama teman-teman, ia mendirikan komunitas Youth’s Acts For Indonesia (YAFI). Gerakan yang digagas adalah KAMI BERBAKTI, yang terdiri dari berbagai macam kegiatan terkait pendidikan untuk anak-anak yang tidak mampu serta meningkatkan fasilitas belajarnya.Di usia yang baru 5 bulan berdiri, komunitas ini mendapatkan penghargaan sebagai The Most Inspiring Student Social Movement, yang diberikan oleh Research and Community Development Center.

Ketertarikannya di dunia anak-anak kemudian mendorong wai untuk merintis sebuah bisnis sosial yang sebagian profitnya dialokasikan untuk mendanai YAFI. Wai Tutor, adalah sebuah bisnis jasa mengajar privat untuk anak-anak sekolah internasional. Setiap bayaran atas tutorial privat yang diberikan oleh murid tersebut sebagian disumbangkan untuk kegiatan mengajar di YAFI.

Februari 2012, Wai berkesempatan untuk menjadi observer di Indonesia Young ChangeMakers Summit 2012. Sebuah progam yang digagas oleh Anies Baswedan dan rekan-rekannya, dimana 200 pemuda dari seluruh Indonesia bertemu untuk saling berbagi pengalaman mereka dalam membuat perubahan-perubahan untuk Indonesia, serta diharapkan mampu berkolaborasi dalam membuat gerakan-gerakan perubahan.

Dengan visi Terinspirasi, Beraksi, dan Menginspirasi, Wai berharap suatu saat aksi yang dilakukannya ini kelak bisa menginspirasi banyak orang. Anak sulung dari tiga bersaudara ini ingin YAFI bisa berkembang menjadi yayasan besar yang memudahkan akses pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu di seluruh Indonesia.