Prodi TLK akan mengadakan Diskusi Penghematan Air Wudhu “Jadikan Wudhu mu Bernilai Ibadah : Simple Steps to Save the Water” pada 27 Mei 2013. Diskusi yang akan dilangsungkan di Ruang 1 dan 2 Kampus UB ini menghadirkan Bapak Saiful Umam, Ph.D dan Bapak Achmad Ubaedillah, Ph.D dari Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” dan Ibu Sandra Madonna, MT dari Prodi TLK. Bapak Made Brunner, Ph.D bertindak selaku moderator dalam diskusi ini.

Saat ini, Prodi Teknik Lingkungan (TLK) Universitas Bakrie sedang melakukan penelitian mengenai penghematan penggunaan air di lingkungan kampus Universitas Bakrie. Penelitian ini mengkhususkan pada penggunaan air untuk berwudhu (bersuci). Penelitian yang berjudul “Ablution Water Saving Potential in UB Campus” ini juga sejalan dengan usaha menciptakan lingkungan kampus yang ramah lingkungan, dimana untuk mewujudkannya diperlukan perencanaan yang matang dalam hal penyediaan infrastruktur yang medukung penghematan energi termasuk penghematan air.

Sesuai dengan roadmap penelitian, saat ini penelitian telah memasuki minggu ketiga pengambilan data. Pada minggu ketiga merupakan kondisi dimana pengambilan data dilakukan setelah adanya sosialisasi dalam bentuk diskusi mengenai penelitian yang sedang berjalan. Dengan adanya diskusi ini, Prodi TLK berharap dapat memberikan edukasi mengenai penghematan air, baik dari perpektif agama maupun teknologi serta mendapat masukan dari para pengguna air wudhu di lingkungan Universitas Bakrie.

Diskusi dimulai dengan pengantar oleh Bapak Made Brunner. Beliau menjelaskan kondisi umum penggunaan air wudhu, sebelum dan sesudah penggunaan alat pembatas aliran (flow restrictor). Ternyata, dengan alat pembatas aliran, penggunaan air wudhu yang dihemat rata-rata sebesar 65%. Angka ini merupakan persentase yang cukup signifikan. Bayangkan, dari rata-rata penggunaan air wudhu sebesar 2.692 L, setelah penggunaan alat pembatas aliran air, rata-rata penggunaan air wudhu turun menjadi 927 mL. Kemudian, sesi diskusi dengan Bapak Ubaedillah dibuka. Beliau menjelaskan beberapa dalil-dalil yang mendukung aksi penghematan air wudhu. Salah satu dalil berasal dari hadist H.R. Al Bukhari No. 201 dan Muslim No.35, yaitu :

“Rasulullah S.A.W. berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ hingga lima mud.”

Satu mud adalah suatu takaran yangs etaran dengan sebanyak isi telapak tangan sedang. Jika mengisi keduanya kemudian membentangkannya, itulah yang dikatakan satu mud.. Peserta diskusi banyak melontarkan pertanyaan kepada Bapak Ubaedillah. Yang paling menarik, ada peserta yang bertanya mengenai jumlah basuhan yang wajib untuk wudhu. Apakah satu kali atau tiga kali? Bapak Ubaedillah menjawab, yang wajib hanya satu kali, tiga kali merupakan sunnah Rasul. Kemudian ada yang menanggapi, bahwa kita sebagai umat yang baik dianjurkan mengikuti sunah Rasul untuk membasuh wudhu sebanyak 3 kali, kecuali kita dalam keadaan krisis air. Hal ini ditanggapi oleh Bapak Saiful. Menurut beliau, ketika beliau mencoba sendiri keran yang dipasang alat pembatas aliran, beliau tetap bisa membasuh dengan mengikuti sunah Rasul, yaitu tiga kali. Bedanya, aliran air menjadi lebih kecil dibanding sebelumnya.

 

 


Gambar 2 Seorang staf UB dalam diskusi

Bu Sandra sebagai peneliti utama dari penelitian penghematan air wudhu kemudian menjelaskan secara detail proses dan hasil penelitian yang sedang berjalan. Ditemukan beberapa temuan menarik dari penelitian ini. Dari pengolahan data, terlihat bahwa terdapat peningkatan rata-rata waktu berwudhu antara sebelum dan sesudah pemasangan alat pembatas aliran, sebesar 17%. Dari segi gender, ditemukan bahwa rata-rata laki-laki berwudhu lebih besar volumenya dibandingkan wanita dan wanita berwudhu lebih lama dibandingkan laki-laki. Akan tetapi, bila dibandingkan kondisi sebelum dan sesudah pemasangan alat pembatas aliran, penghematan penggunaan air wudhu laki-laki (69%) lebih besar dibandingkan wanita (59%).

Dilanjutkan dengan penjelasan oleh Bapak Saiful mengenai adab dan seluk beluk dalam berwudhu. Beberapa hal mengenai wudhu yang tidak kita ketahui beliau paparkan. Seperti, untuk tangan, muka dan kaki harus dibasuh dengan air mengalir. Sedangkan untuk anggota tubuh lain, cukup dengan diusap dengan air. Banyaknya air untuk membasuh tidak dipermasalahkan. Beliau mencontohkan, saat beliau sekolah dahulu di pesantren, terdapat suatu alternatif untuk penghematan air. Terdapat tiga jenis air. Jenis pertama yaitu air suci yang mensucikan. Air jenis ini biasanya untuk keperluan sehari-hari, seperti wudhu dan mandi. Jenis kedua, air suci namun tidak mensucikan. Air jenis ini adalah air bekas digunakan oleh kegiatan lain, walaupun tidak terlalu kotor. Ketiga, air najis. Air ini adalah air yang jelas-jelas kotor, seperti ludah. Dalam ilmu fiqih, bila terdapat kolam dengan volume satu dhiro (satu dhiro setara dengan lengan orang dewasa), air di dlam kolam kemudian digunakan dan masuk lagi ke dalam kolam tersebut, dianggap tetap air suci yang mensucikan. Namun, dari segi kebersihan, memang kurang higienis.

Peserta sangat aktif menanggapi materi-materi yang disampaikan pembicara. Salah satu yang menarik adalah ada menyarankan agar pengumuman yang terpasang di mushala tidak hanya berisi himbauan untuk menghemat air. Panduan cara berwudhu yang benar beserta cara penghematannya juga perlu dicantumkan. Tanggapan ini tentu membuka kesempatan bagi bidang ilmu yang lain untuk ikut berpartisipasi, seperti dari ilmu komunikasi. Bisa saja nantinya dibuat video cara berwudhu yang baik sekaligus tidak boros air dengan bantuan dari beberapa bidang ilmu terkait.

Semoga diskusi ini bisa menjadi awal dari banyaknya ide-ide baru untuk lingkungan yang lebih baik lagi. Ditunggu!