Pada hari Senin, 15 April 2013, dosen Teknik Lingkungan Universitas Bakrie menghadiri Undangan Diskusi Publik “Bagaimana Mengelola Hazardous Substance/Waste?” yang diadakan oleh Kelompok Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB). Pada diskusi ini, bertindak sebagai Narasumber adalah Dra. Masnellyarti, M.Sc., yaitu Deputi MenLH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah; Dr. Alexander Sonny Keraf, yaitu Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup (1999-2001), dan Ahmad Safrudin dari KPBB.


Latar Belakang dari diadakannya diskusi ini adalah mengingat telah adanya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun tumpukan/dumping limbah  (waste) dan material (substance) beracun dan berbahaya (hazardous) masih banyak terdapat di beberapa lokasi, seperti di Tanjung Sempu-Karawang, Tegal Alur, Curug, maupun kawasan di luar Jawa terkait limbah tambang seperti di Minahasa, Katingan, Maluku Utara, Pongkor, Rejanglebong, dll.  KIni ada kecenderungan menciptakan kerancuan regulasi dengan mengaburkan antara limbah dan material bahan baku.  Selain berpotensi menciptakan ketidakpastian usaha dalam memperlakukan limbah/material B3, tentu keadaan ini juga semakin membebani lingkungan hidup yang muaranya adalah penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Bapak Ahmad memaparkan mengenai kasus peleburan aki bekas di Jabodetabek, Surabaya, Tegal dan lain-lain, yang telah menyebabkan tingginya kadar Pb di udara dan tanah sehingga juga mempengaruhi kadar Pb di dalam darah anak-anak.  Tingginya kadar Pb tersebut,  bahkan berdampak pada cacat fisik, cacat mental, penurunan intelektual anak-anak, dan kerusakan ginjal. Kasusnya terjadi di di Cinangka–Bogor, Curuk dan Lebakwangi–Tangerang.  Di satu desa di Tegal–Jawa Tengah dan masyarakat Rawatotok–Minahasa, bayi-bayi lahir dengan luka menganga di bagian kepala. Mereka juga terindikasi terkena kanker.  Kawasan tercemar B3 lainnya juga dapat ditemukan dengan mudah di berbagai wilayah di Indonesia terutama di area pertambangan emas, timah, nikel, mangan, minyak, pasir besi, dll; area perkebunan maupun area industri.

Ibu Masnellyarti, menyampaikan bahwa arah pengaturan pengelolaan limbah B3 harus dilihat secara utuh sesuai konteksnya, tidak bisa hanya dari satu sisi saja, melainkan harus diperhatikan dari sisi industri, ekonomi dan lingkungan hidup.  UU No. 32 Tahun 2009 mengamanatkan untuk dilakukan pengaturan lebih lanjut tentang B3, Limbah B3 dan Dumping, yang dituliskan dalam Peraturan Pemerintah.  Saat ini sedang disusun RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan LImbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.