Jakarta (10/10) – Program studi Ilmu Politik Universitas Bakrie mengadakan guest lecturer dengan tema Reformasi dan Tantangan Demokrasi di Indonesia bersama Prof. Dr. Salim Said, MA, MAIA, yang adalah pengamat militer dan mantan Duta Besar untuk Republik Ceko.
Prof. Salim mendapatkan gelar Ph.D. dari Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat (1985). Ia pernah menjadi redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata, dan redaktur majalah Tempo (1971-1987). Beliau juga rajin menulis, buku terbarunya bisa dibilang adalah yang pertama di dunia yang membahas mengenai Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi yang sudah diterbitkan dalam dua bahasa. Prof. Salim mengawali perkuliahannya dengan menceritakan sejarah Indonesia yang selama 40 tahun hanya mengenal satu sistem kepemimpinan yang dikenal dengan “Father Knows Best” yaitu berawal dari tahun 1959-1965, ketika Presiden Soekarno berkuasa dengan sistem ideologinya, Demokrasi Terpimpin, yang kemudian dilanjutkan oleh Pak Soeharto, bisa dilihat setelah masa kepemimpinan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, Indonesia jadi tidak memiliki bentuk kepemimpinan, hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah terbiasa hanya memiliki satu role model, yaitu “Father Knows Best”. Setelah masa itu, Indonesia bagaikan anak yatim piatu yang diusir dari rumah tinggalnya, tidak siap akan terjadinya masa reformasi, berbeda dengan pada saat proklamasi, bangsa Indonesia lebih siap dengan ideologi Pak Hatta pada saat itu, Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Prof. Salim mengatakan demokrasi adalah merupakan ekspresi politik dari peradaban yang tinggi,demokrasi memang tidak sempurna tetapi adalah yang terbaik dari ideologi yang lainnya. Namun beliau menambahkan lagi, tidak ada demokrasi tanpa kelas menengah yang solid dan kuat, sebagai contoh, peradaban Indonesia menurut beliau masih terbilang rendah, karena secara individu masih menggantungkan diri terhadap orang lain, oleh karena itu bangsa ini mudah dibodohi oleh bangsa asing, yang ingin mengeksploitasi kekayaan Indonesia. Negara kita kaya sementara masyarakatnya banyak yang menjadi cheap labor. Tantangannya adalah bagaimana mengelola perpolitikan di Indonesia, karena bila dibandingkan dengan Mesir, Indonesia telah berhasil melewati masa-masa konflik ideologi, banyak yang sudah dicapai oleh reformasi untuk mencapai demokrasi yang sustainable. Sebagai kesimpulan, bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang Pancasilais sebagai jalan tengah antara kapitalis dan sosialis, tidak pernah ada tradisi kepemimpinan di Indonesia melainkan menganut ideologi kerakyatan. Namun yang menjadi kelemahan juga adalah bangsa Indonesia mudah di propaganda lewat media, dan itulah yang menjadi masalahnya, bangsa ini selalu gagal mengidentifikasi persoalan, menyalahkan partai-partai politik tertentu, padahal yang harusnya dicermati adalah Indonesia belum memiliki sistem yang baik. Beda halnya dengan dunia perpolitikan di negara Amerika Serikat, siapapun bisa menjadi presiden, karena di negara yang peradabannya sudah maju ini, presiden hanyalah sebagai perangkat dari sebuah sistem yang sudah ada.